Minggu, 23 April 2017

Tulisan

Tulisan
Alice, 54 tahun. Ketika keluarganya akhirnya membujuknya untuk berobat ke klinik rehabilitasi alkohol. Ia jatuh terguling tangga kamar tidurnya saat dalam keadaan mabuk, dan mungkin kejadian tersebut yang akhirnya membuatnya mengakui bahwa ada yang salah dengan dirinya. Kebiasaan minumnya menjadi tidak terkendali selama beberapa tahun terakhir. Ia mengawali hari dengan minum, berlanjut sepanjang pagi, dan pada siang hari ia berada dalam kondisi mabuk total. Ia jarang ingat tentang berbagai hal yang terjadi selepas tengah hari. Sejak awal masa dewasa ia minum secara rutin, namun jarang pada siang hari dan tidak pernah sampai mabuk. Kematian suaminya secara mendadak dalam sebuah kecelakaan mobil dua tahun sebelumnya telah memicu peningkatan frekuensi minumnya, dan dalam enam bulan kebiasaan minumnya telah berubah menjadi pola penyalahgunaan alkohol yang parah. Ia tidak memiliki keinginan untuk keluar rumah dan berhenti melakukan berbagai aktivitas social dengan keluarga dan teman-temannya. Upaya yang berulang kali dilakukan keluarganya untuk membuatnya membatasi konsumsi alkohol hanya memicu pertengkaran.

Alcoholic Anonymous (AA) melakukan pertemuan secara rutin dan sering dimana para anggota baru berdiri untuk memberitahukan bahwa mereka adalah seorang alkoholik, dan para anggota lama yang sudah sembuh memberikan kesaksian mengenai masalah ketergantungan alkohol yang pernah mereka alami dan menyampaikan bagaimana kehidupan mereka saat ini telah menjadi lebih baik. Kelompok tersebut memberikan dukungan emosional, pengertian, dan konseling dekat bagi peminum bermasalah serta kehidupan sosial agar terlepas dari pengisolasian diri. Para anggota AA didorong untuk saling menelepon satu sama lain kapanpun mereka membutuhkan teman dan dorongan untuk tidak kembali minum. Kepada setiap anggota AA ditanamkan keyakinan bahwa penyalahgunaan alkohol merupakan penyakit yang tidak pernah dapat disembuhkan, dan diperlukan kewaspadaan yang terus-menerus agar dapat menahan diri untuk tidak minum walaupun hanya sekali karena bila terjadi demikian, kebiasaan minum yang tidak terkendali akan berulang kembali.

Pertama, psikodrama adalah suatu bentuk terapi kelompok dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa pasien sendiri dilatih sebelumnya. Dengan mendramatisir konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa sedikit lega dan dapat mengembangkan pemahaman baru yang memberinya kesanggupan untuk mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata.
Kedua, role play adalah suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara. Teknik ini digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok,.

Ketiga, encounter groups merupakan bentuk khusus dari terapi kelompok. Ini bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para anggota kelompok berhubungan satu sama lain dalam situasi dimana didorong untuk mengungkapkan perasaan secara terus terang

Tugas

Tugas
Logoterapi Frankl
Konsep Dasar Pandangan Frankl Tentang Perilaku Kepribadian
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat  manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan setelah menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni
Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan yang dimaksud dalam freedom of will seperti:
a)     Kebebasan yang bertanggungjawab.
b)    Kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-  kondisi tersebut.
c)     Kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia adalah pencari kesenangan. Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal makna, menurut Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya mendorong. Karena sifatnya menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu menjadi individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat dengan makna.

Makna Hidup (The Meaning Of Life)
Makna yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup, melainkan makna khusus dari hidup pada suatu saat tertentu. Setiap individu memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).

Unsur Terapi 
Munculnya gangguan / kecemasan
Saat individu tidak memiliki keinginan terhadap sesuatu (apapun), karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga. Menurut Frankl (2004) terdapat dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan, yaitu:
-        Frustasi eksistensial (exsistential frustration) atau disebut juga kehampaan
      eksistensial (exsistetial vacuum)
Menurut Koesworo,1992, exsistential frustration adalah fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.
-        Neurosis noogenik (noogenic neuroses)
Yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang tampak (Koesworo,1992). Frankl menggunakan istilah ini untuk membedakan dengan keadaan neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada konflik-konflik psikologis
Tujuan terapi
a)     Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
b)    Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, dan diabaikan, bahkan terlupakan.
c)     Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak     kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Peran terapis
        Terapis memberikan sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
Teknik-teknik Terapi
Dalam logoterapi, klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong jika sudah menemukan sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Victor Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail. Teknik-teknik yang digunakan antara lain:
-        Intensi paradoksal
Mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
Contohnya:
A.  Seorang pemuda yang selalu gugup ketika bergaul.
B.  Masalah tidur.
Menurut Frankl, kalau menderita insomnia, seharusnya tidak mencoba  berbaring ditempat tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Seharusnya berusaha menjaganya selama mungkin. Setelah itu baru merasakan adanya kekuatan yang mendorong untuk melangkah ke kasur.
-        De-refleksi.
Frankl percaya sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terfokus pada individu. Dengan mengalihkan perhatian dari individu dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan tanpa memperdulikan kepuasan individu atau cobalah tidak memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan.
Rational Emotive Theraphy (Ellis)
Menurut Gerald Corey dalam bukunya “Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi- dimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan perilaku.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, terapi rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir klien yang tidak logis, tidak rasional dan me nggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas keyakina-keyakinan yang irasional.
1.     Konsep dasar
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu
Antecedent event (A),
Merupakan segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.

Belief  (B)
Berupa keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan ada dua macam, yaitu
-        Keyakinan yang rasional (rational belief atau rB)
Merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif.
-        Keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.

Emotional consequence (C)
Merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

Unsur-unsur terapi
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan duaproses yang terpisah: pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih dalam prakteknya kedua hal itu saling berkaitan. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh  pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap  dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi orang tersebut, dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran.
Teknik-teknik terapi
Terapi rasional-emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif, dan  behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan dikemukakan beberapa  macam teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:
Teknik-teknik Emotif (afektif):
1) Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan  membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku  tertentu yang diinginkan.
2) Sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang  menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan  sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara  lisan, tulisan, ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3) Self Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau  mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku  tertentu.
4) Imitasi, yakni teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara  terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan  menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik:
1) Reinforcement (penguatan), yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien ke arah  perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward)  ataupun punishment (hukuman).
2) Social Modeling (pemodelan sosial), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan  perilaku-perilaku baru pada klien.
3) Live Models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan  perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam  bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
Teknik-teknik Kognitif:
Teknik-teknik konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan  utama dalam konseling rasional-emotif. Dengan teknik ini klien didorong dan dimodifikasi  aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga klien  dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yg diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1) Home Work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan  tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis.
2) Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing (bermain peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru model-model  sosial). Maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk:
a)Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b)Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
c)Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan10d) Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri
Terapi Kelompok (Group Theraphy)
Konsep Dasar
Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap manusia memiliki problem yang berbeda- beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama dalam menangani suatu pemecahan masalah.
Unsur- Unsur Terapi
a.Munculnya gangguan
Terapi kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapi individu.
Tujuan terapi
a)Meningkatkan identitas diri
b)Menyalurkan emosi dna membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
c)Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
d)Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c.Peran terapis
Terapis harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untukmencapai tujuan atau harapannya.
Teknik Terapi
a.Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif
b.Terapis turut membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih  bisa terbuka dan menceritakan masalah yang dialaminya
c.Berfokus pada satu topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.
Terapi Perilaku
Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias,dengan memakai tehnik yang didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1920, Watson dkk melakukan percobaan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut yang merupakan cikal bakal terapi perilaku formal.  Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan  memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bel sama dengan makanan, yang kemudian dikenal juga dengan istilah “stimulus” dan “respon”.
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu, termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.
Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Di Amerika Serikat Skinner dkk. menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.
Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien.
Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.
Terapis behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para terapis sebagai kriteria pengukuran keberhasilan terapi. Manusia menurut pandangan ini bukan hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses terapi merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat me mecahkan masalahnya. Terdapat beberapa teori dasar mengenai metode terapi perilaku, yaitu :
a.Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned).
b.Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dengan penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning).
c.Untuk menguatkan perilaku adalah dengan pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning).
Unsur terapi
Menurut Corey (2009), tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap perilaku adalah dapat dipelajari (learned), termasuk perilaku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. Berkaitan dengan penjelasan diatas secara sederhana tujuan dari terapi perilaku adalah :
a. Meningkatkan perilaku, yaitu reinforcement positif (memberi penghargaan terhadap perilaku) dan reinforcement negatif (mengurangi stimulus aversi)
b.Mengurangi perilaku, yaitu punishment (memberi stimulus aversi), respons cost (menghilangkan atau menarik reinforcement), dan extinction (menahan reinforcerment)
Sedangkan, menurut Latipun (2001) tujuan terapi perilaku adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang, atau mengalami konflik dengan lingkungan sosial.
Teknik Terapi Perilaku 
a.Operant Conditioning
Tingkah laku operan menjadi ciri organisme yang aktif yang beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat, merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, membaca, berbicara, berpakaian, makan, bermain). Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut dimasa mendatang tinggi.
Prinsip perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan pola-pola tingkah laku merupakan inti dari pengkondisian operan. Terdapat dua jenis reinforcement, yaitu:
1) Positive Reinforcement
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul, merupakan suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Biasanya suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku tertentu dapat menyebabkan perilaku tersebut akan diulangi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan reinforcement positif, yaitu:
a)Memilih perilaku yang akan ditingkatkan
Perilaku yang akan dikukuhkan harus diidentifikasi secara spesifik. Hal ini akan membantu untuk memastikan reliabilitas dari deteksi contoh dari perilaku dan perubahan frekuensinya. Serta meningkatkan perilaku kemungkinan program reinforcement ini dilakukan secara konsisten
b)Memilih reinforcer
Berbeda individu, kemungkinan reinforcer yang digunakan juga berbeda. Ada juga reinforcer yang merupakan reinforcer bagi semua orang. Terdapat lima macam reinforcer yaitu :
  Consumable reinforcer – makanan, minuman
  Activity reinforcer –hobi, olahraga, belanja
  Manipulative reinforcer – bersepeda, menggunakan internet
  Possesional reinforcer – gelas kesayangan, baju favorit
  Social reinforcer – pujian, pelukan, senyum
2)Negative Reinforcement
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll)






Sumber
Basuki, Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma
Gunarsa, Singgih. D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Gerald, Corey. (2007). Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditam. 
Suhesti. (2012). Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
W.S. Winkel. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramed


 Tugas
Logoterapi Frankl
Konsep Dasar Pandangan Frankl Tentang Perilaku Kepribadian
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat  manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan setelah menemukan lalu mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni
Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan yang dimaksud dalam freedom of will seperti:
a)     Kebebasan yang bertanggungjawab.
b)    Kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-  kondisi tersebut.
c)     Kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia adalah pencari kesenangan. Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal makna, menurut Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya mendorong. Karena sifatnya menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu menjadi individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat dengan makna.

Makna Hidup (The Meaning Of Life)
Makna yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup, melainkan makna khusus dari hidup pada suatu saat tertentu. Setiap individu memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).

Unsur Terapi 
Munculnya gangguan / kecemasan
Saat individu tidak memiliki keinginan terhadap sesuatu (apapun), karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga. Menurut Frankl (2004) terdapat dua tahapan pada sindroma ketidakbermaknaan, yaitu:
-        Frustasi eksistensial (exsistential frustration) atau disebut juga kehampaan
      eksistensial (exsistetial vacuum)
Menurut Koesworo,1992, exsistential frustration adalah fenomena umum yang berkaitan dengan keterhambatan atau kegagalan individu dalam memenuhi keinginan akan makna.
-        Neurosis noogenik (noogenic neuroses)
Yaitu suatu manifestasi khusus dari frustasi eksistensial yang ditandai dengan simptomatologi neurotik klinis tertentu yang tampak (Koesworo,1992). Frankl menggunakan istilah ini untuk membedakan dengan keadaan neurosis somatogenik, yaitu neurosis yang berakar pada kondisi fisiologis tertentu dan neurosis psikogenik yaitu neurosis yang bersumber pada konflik-konflik psikologis
Tujuan terapi
a)     Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
b)    Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, dan diabaikan, bahkan terlupakan.
c)     Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak     kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Peran terapis
        Terapis memberikan sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
Teknik-teknik Terapi
Dalam logoterapi, klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup tidak lagi kosong jika sudah menemukan sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Victor Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail. Teknik-teknik yang digunakan antara lain:
-        Intensi paradoksal
Mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
Contohnya:
A.  Seorang pemuda yang selalu gugup ketika bergaul.
B.  Masalah tidur.
Menurut Frankl, kalau menderita insomnia, seharusnya tidak mencoba  berbaring ditempat tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Seharusnya berusaha menjaganya selama mungkin. Setelah itu baru merasakan adanya kekuatan yang mendorong untuk melangkah ke kasur.
-        De-refleksi.
Frankl percaya sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terfokus pada individu. Dengan mengalihkan perhatian dari individu dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan tanpa memperdulikan kepuasan individu atau cobalah tidak memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan.
Rational Emotive Theraphy (Ellis)
Menurut Gerald Corey dalam bukunya “Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional emotif behaviour adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi- dimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan perilaku.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, terapi rasional emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir klien yang tidak logis, tidak rasional dan me nggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas keyakina-keyakinan yang irasional.
1.     Konsep dasar
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu
Antecedent event (A),
Merupakan segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.

Belief  (B)
Berupa keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan ada dua macam, yaitu
-        Keyakinan yang rasional (rational belief atau rB)
Merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif.
-        Keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.

Emotional consequence (C)
Merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

Unsur-unsur terapi
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan duaproses yang terpisah: pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih dalam prakteknya kedua hal itu saling berkaitan. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh  pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap  dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi orang tersebut, dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran.
Teknik-teknik terapi
Terapi rasional-emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif, dan  behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan dikemukakan beberapa  macam teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:
Teknik-teknik Emotif (afektif):
1) Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan  membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku  tertentu yang diinginkan.
2) Sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang  menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan  sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara  lisan, tulisan, ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3) Self Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau  mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku  tertentu.
4) Imitasi, yakni teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara  terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan  menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik:
1) Reinforcement (penguatan), yakni teknik yang digunakan untuk mendorong klien ke arah  perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward)  ataupun punishment (hukuman).
2) Social Modeling (pemodelan sosial), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan  perilaku-perilaku baru pada klien.
3) Live Models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan  perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam  bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
Teknik-teknik Kognitif:
Teknik-teknik konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan  utama dalam konseling rasional-emotif. Dengan teknik ini klien didorong dan dimodifikasi  aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga klien  dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yg diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1) Home Work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan  tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis.
2) Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing (bermain peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru model-model  sosial). Maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk:
a)Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b)Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
c)Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan10d) Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri
Terapi Kelompok (Group Theraphy)
Konsep Dasar
Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap manusia memiliki problem yang berbeda- beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama dalam menangani suatu pemecahan masalah.
Unsur- Unsur Terapi
a.Munculnya gangguan
Terapi kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapi individu.
Tujuan terapi
a)Meningkatkan identitas diri
b)Menyalurkan emosi dna membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
c)Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
d)Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c.Peran terapis
Terapis harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untukmencapai tujuan atau harapannya.
Teknik Terapi
a.Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif
b.Terapis turut membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih  bisa terbuka dan menceritakan masalah yang dialaminya
c.Berfokus pada satu topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.
Terapi Perilaku
Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias,dengan memakai tehnik yang didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1920, Watson dkk melakukan percobaan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut yang merupakan cikal bakal terapi perilaku formal.  Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan  memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bel sama dengan makanan, yang kemudian dikenal juga dengan istilah “stimulus” dan “respon”.
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu, termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.
Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Di Amerika Serikat Skinner dkk. menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.
Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien.
Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.
Terapis behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para terapis sebagai kriteria pengukuran keberhasilan terapi. Manusia menurut pandangan ini bukan hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses terapi merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat me mecahkan masalahnya. Terdapat beberapa teori dasar mengenai metode terapi perilaku, yaitu :
a.Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned).
b.Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dengan penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning).
c.Untuk menguatkan perilaku adalah dengan pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning).
Unsur terapi
Menurut Corey (2009), tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap perilaku adalah dapat dipelajari (learned), termasuk perilaku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. Berkaitan dengan penjelasan diatas secara sederhana tujuan dari terapi perilaku adalah :
a. Meningkatkan perilaku, yaitu reinforcement positif (memberi penghargaan terhadap perilaku) dan reinforcement negatif (mengurangi stimulus aversi)
b.Mengurangi perilaku, yaitu punishment (memberi stimulus aversi), respons cost (menghilangkan atau menarik reinforcement), dan extinction (menahan reinforcerment)
Sedangkan, menurut Latipun (2001) tujuan terapi perilaku adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang, atau mengalami konflik dengan lingkungan sosial.
Teknik Terapi Perilaku 
a.Operant Conditioning
Tingkah laku operan menjadi ciri organisme yang aktif yang beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat, merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, membaca, berbicara, berpakaian, makan, bermain). Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut dimasa mendatang tinggi.
Prinsip perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan pola-pola tingkah laku merupakan inti dari pengkondisian operan. Terdapat dua jenis reinforcement, yaitu:
1) Positive Reinforcement
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul, merupakan suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Biasanya suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku tertentu dapat menyebabkan perilaku tersebut akan diulangi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan reinforcement positif, yaitu:
a)Memilih perilaku yang akan ditingkatkan
Perilaku yang akan dikukuhkan harus diidentifikasi secara spesifik. Hal ini akan membantu untuk memastikan reliabilitas dari deteksi contoh dari perilaku dan perubahan frekuensinya. Serta meningkatkan perilaku kemungkinan program reinforcement ini dilakukan secara konsisten
b)Memilih reinforcer
Berbeda individu, kemungkinan reinforcer yang digunakan juga berbeda. Ada juga reinforcer yang merupakan reinforcer bagi semua orang. Terdapat lima macam reinforcer yaitu :
  Consumable reinforcer – makanan, minuman
  Activity reinforcer –hobi, olahraga, belanja
  Manipulative reinforcer – bersepeda, menggunakan internet
  Possesional reinforcer – gelas kesayangan, baju favorit
  Social reinforcer – pujian, pelukan, senyum
2)Negative Reinforcement
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll)






Sumber
Basuki, Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma
Gunarsa, Singgih. D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Gerald, Corey. (2007). Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditam. 
Suhesti. (2012). Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
W.S. Winkel. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramed