Nama :
Olivia Cesarria
NPM : 18514343
Tugas
I.
Pengertian psikoterapi, Menurut Lewis R.
Worberg M.D dalam bukunya yang berjudul The Technique Psychotherapy, mengatakan
psikoterapi adalah perasaan dengan menggunakan alatalat psikologi terhadap
permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara
sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien yang bertujuan:
menghilangkan, mengubah atau menurunkan gejala-gejala yang ada. Memperantarai
(perbaikan) pola tingkah laku yang rusak. Meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan
kepribadian yang positif. Sedangkan menurut Corsini ( 1989 ) psikoterpai adalah
proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri
dari satu orang, tetapin ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada
setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan pada
salah satu dari kedua pihak.
Tujuan psikoterapi adalah
pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et al (1987): untuk
memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri
arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal
dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhannya
yang unik.
Unsur psikotrapi, Masserman (Karasu
1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup
unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
1. Peran
sosial (martabat) psikoterapis,
2. Hubungan
(persekutuan terapeutik),
3. Hak,
4. Retrospeksi,
5. Re-edukasi,
6. Rehabilitasi,
7. Resosialisasi
dan rekapitulasi.
Perbedaan
Antara Konseling Dengan Psikoterapi, Apabila kita tinjau dari definisi kedua
permbahasan tersebut konseling Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling
adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi
antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya,
mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang
diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan
psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan
bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap
masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk
mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan pribadi yang positif.
Dari
dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan
tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan
konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang
tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam memberikan solusi agar
konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat keputusan yang
tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang
diyakininya.
Pendekatan
terhadap mental illnes menurut J.P. Chaplin, yaitu:
a. Biological, Meliputi keadaan mental
organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John
Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang
berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya
insulin.
b. Psychological, Meliputi suatu peristiwa
pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic,
kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan
respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga
meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan
lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c. Sosiological, Meliputi kesukaran pada
sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah
keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses
sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d. Philosophic, Kepercayaan terhadap martabat
dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai
dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni
menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah
keharusan atau pemaksaan.
II.
Terapi psikoanalisis
Konsep dasar teori psikoanalisis tentang kepribadian
1.
Struktur kepribadian
a. Id
b. Ego
c. Super
Ego
2.
Pandangan tentang sifat manusia
Pandangan freud tentang sifat manusia pada dasarnya
pesimistik, deterministik, mekanistik dan reduksionistik
3.
Kesadaran & ketidaksadaran
Konsep ketidak sadaran:
a.
Mimpi-mimpi merupakan representative simbolik dari kebutuhan-kebutuhan,
hasrat-hasrat konflik
b. Salah
ucap / lupa terhadap nama yg dikenal
c.
Sugesti pascahipnotik
d.
Bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
e.
Bahan-bahan yang berasal dari teknik proyektif
4.
Kecemasan
Adalah suatu keadaan yg memotifasi kita untuk berbuat
sesuatu
Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman
bahaya. 3 macam kecemasan:
a.
Kecemasan realistis
b.
Kecemasan neurotic
c.
Kecemasan moral
Unsur-Unsur Terapi
1.
Muncul gangguan
Terapis berusaha memunculkan penyebab-penyebab yang menjadi
akar permasalahan dari klien, untuk lebih
mengenal karakteristik penyebab gangguan tersebut, kemudian terapis memperkuat
konidis psikis dari diri klien, shingga apabila klien mengalami gangguan yang serupa
diri klien akan lebih siap menghadapi dan mencari solusi dengan cepat.
2.
Tujuan terapi
Terfokus kepada upaya penguatan diri klien, agar
dikemudian hari apabila klien mengalami problem yang sama
maka klien akan lebih siap.
3.
Peran terapis
Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran,
keefektifan dalam melaukukan hubungan personal
dalam menangani kecemasan secara realistis, membangun hubungan kerja dengan
klien dengan banyak mendengar dan menafsirkan, terapis memebrikan perhatian
khusus pada penolakan-penolakan klien, mendengarkan kesenjangan dan
pertentangan pada cerita klien.
Teknik-Teknik
Terapi
a.
Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan teknik utama terapi
psikoanalitik. Analis meminta kepada klien agar membersihkan pikirannya dari
pemikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari dan sebisa mungkin mengatakan apa
saja yang melintas dalam pikirannya. Dengan melaporkannya segera tanpa ada yang
disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara
yang khas adalah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisi duduk
dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi nya
mengalir bebas. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman masa lalu dan melepas emosi-emosi yang berkaitan dengan
situasi-situasi traumatik dimasa lampau yang dikenal dengan katarsis.
b.
Analisis Transferensi
Transferensi merupakan inti dari terapi
psikoanalitik. Transferensi dalam proses terapeutik ketika “urusan yang tidak
selesai” dimasa lalu klien dengan orang-orang yang berpengaruh menyebabkan dia
mendistorsi masa sekarang. Analisis trasferensi adalah teknik yang utama dalam
psi
koanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan
kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu memperoleh
pemahaman atas sifat dari fiksasi dan deprivasi dan menyajikan pemahaman
tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Singkatnya,
efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan dihambat
oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan
terapeutik dengan analis.
c.
Analisis Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan
terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Freud
memandang resistensi sebagai dinamika terhadap kecemasan yang tidak bisa
dibiarkan, yang akan mengingat jika klien menjadi sadar atas dorongan-dorongan
dan perasaan yang direpresi itu. Resistensi bekerja dengan menghambat klien dan
analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas
dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.
d.
Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting
untuk menyingkap bahan yang tidak disadari dan memberikan kepada klien
pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur,
pertahanan melemah dan perasaa yang direpresi muncul ke permukaan. Freud
memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menju ketidaksadaran” karena melalui
mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari diungkapkan. Mimpi
memiliki dua taraf isi yaitu isi laten dan isi manifes.
III.
Terapi Humanistik Eksistensial
Konsep dasar teori Humanis Eksistensial tentang
kepribadian
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang mempermasalahkan manusia sebagai individu yang dan
sebagai problema yang unik dengan keberasaannya. Menurut aliran
eksistensialisme, manusia adalah hal yang-mengada-dalam dunia (being in the
word) dan menyadari penuh akan keberadaannya. Para filsuf eksistensialisme
percaya bahwa setiap individu mengalami kebebasan untuk memilih tindakan,
menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab
atas pilihan dan keberadaannya itu. Sejumlah tokoh dari eksistensialisme ini
adalah Soren Kierkegarrd, Nietzsche, Karls Jaspers, Martin Heidegger, Sartre,
Merleau-Ponty, Camus, Binswanger, Medard Boss dan Viktor Frankl.
Eksistensialisme ini menarik bagi para ahli
psikologi humanistik. Para ahli humanistic pun menekankan bahwa individu adalah
penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang
sadar, beabas meilih atau menentukan setiap tindakannya.
Konsep penting lainnya bagi psikologi humanistik
yang diambil dari eksistensialisme adalah konsep kemenjadian (becoming).
Unsur- unsur terapi, yaitu:
Tujuan eksistensial-humanistik:
a. Agar klien mengalami keberadaanya secara
otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi.
b. Meluaskan kesadaran diri klien dan
meningkatkan kesanggupan pilihannya.
c. Membantu klien agar mampu menghadapi
kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri.
Teknik- teknik terapi, yaitu:
a.
Penerimaan
b. Rasa
hormat
c.
Memahami
d.
Menentramkan
e.
Memberi dorongan
f.
Pertanyaan terbatas
g.
Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
h. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut
mersakan apa yang dirasakan klien
i.
Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna
IV.
Person Centered Therapy (Rogers)
Konsep dasar pandangan Rogers tentang kepribadian
Rogers
adalah seorang psikoterapist yang melibatkan peneliti kedalam sesi terapi
(memakai tape recorder) yang pada tahun 1940an membuka sesi klien yang masih
tabu dicermati oleh orang lain. Dengan cara itu orang mulai belajar tentang
hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya. Model terapi yang dikembangkan
oleh Rogers lebih dikenal dengan sebutan client centered.
Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik
ini adalah pembaharuan karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara terapis
dan pasien (dalam konteks ini pasien disebut klien). Hubungan terapis-klien
diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan sebagai
orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas
keputusannya. Tugas terapis adalah membantu klien mengenali masalahnya,
dirisnya sendiri sehingga akhrinya dapat menemukan solusi bagi dirinya sendiri.
Menurut rogers seorang terapis harus genuine dan
tidak bersembunyi dibalik perilaku defensif. Mereka harus membiarkan klien
memahami perasaannya sendiri. Terapis juga harus berusaha memahami dunia klien.
Terapis juga harus bisa membuat klien merasa nyaman dalam proses terapi. Rogers
memandang proses terapeutik sebagai model dari hubungan interpersonal, hal
inilah yang mendasari ia memformulasikan teori tentang hubungan interpersonal
yang diringkas sebagai berikut:
a. Minimal dua orang yang bersedia terjadinya
kontak.
b. Masing-masing mampu dan bersedia untuk menerima komunikasi dari
yang lainnya.
c. Berhubungan terus menerus dalam beberapa
jangka waktu.
Menurut Rogers, klien datang kepada konselor dalam
keadaan tidak selaras, yakni terdapat ketidakcocokan antara persepsi diri dan
pengalaman dalam kenyataan. Pada mulanya, klien boleh jadi mengharapkan terapis
akan menyediakan jawaban-jawaban dan pengarahan atau memandang terapis sebagai
seorang ahli yang bisa menyediakan pemecahan-pemecahan ajaib. Hal-hal yang
mendorong klien untuk menjalani terapi mungkin adalah perasaan tidak berdaya,
tidak kuasa dan tidak berkemampuan untuk membuat keputusan-keputusan untuk
mengarahkan hidupnya sendiri secara efektif. Klien mungkin berharap menemukan
jalan melalui pengajaran dari terapis . bagaimanapun, dalam kerangka client
centered klien dengan segera belajar bahwa ia bertanggung jawab atas dirinya
sendiri dan bahwa dia bisa belajar lebih bebas untuk memperoleh pemahaman diri
yang lebih besar melalui hubungan dengan terapis.
Unsur- unsur terapi, yaitu:
a. Peran
Terapis
Menurut Rogers,
peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap –
sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan
sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang
memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik –
teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu
klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari
bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan
klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai.
Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin
di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
b. Tujuan Terapis
Rogers
berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai –
nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi
adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan
jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh
pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih
dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima
oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata –
kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
Teknik- teknik terapi, yaitu:
a.
Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang
merealisasikan segala kondisi.
b.
Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka serta dapat
meyakinkan klien bahwa dia diterima dan dipahami.
c. Konselor memungkinkan klien untuk
mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri,
dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya
REFERENSI